Minggu, 10 Juli 2011

Dermawan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata dermawan berasal dari kata derma yang berarti pemberian (kepada fakir miskin, yatim piatu, dhuafa dsb) yang timbul dari kemurahan hati. Kata dermawan sendiri memiliki arti orang yang suka berderma (beramal, bersedekah) atau orang yang memiliki kemurahan hati. Dalam ajaran Islam, sifat kedermawanan merupakan suatu sistem sosial yang dapat mendekatkan si miskin pada si kaya atau si lemah pada si kuat. Hubungan-hubungan ini didasarkan pada sifat rela memanfaatkan apa yang telah dikaruniakan oleh Alloh untuk kepentingan masyarakat, untuk membantu kaum fakir miskin, yatim piatu, dhuafa atau orang-orang yang sedang dilanda kesusahan dan penderitaan.
Apabila dalam suatu masyarakat, watak sosial seseorang menunjukkan sifat kedermawanan, pasti dalam hidupnya akan terwujud suatu rasa ketengangan dan kebahagiaan hidup. Sebaliknya, apabila watak sosial seseorang menunjukkan keegoisan yang hanya mementingkan diri sendiri, maka niscaya dalam hidupnya hanya akan terwujud rasa gelisah, kesengsaraan dan penderitaan.
Kurangnya perhatian terhadap nasib orang-orang miskin dan melarat dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang bahkan dapat menyebabkan timbulnya bentrokan dan peperangan. Jika orang-orang miskin tidak diperhatikan  nasibnya, maka tidak mustahil karena keadaan yang terpaksa mereka akan menjadi orang-orang jahat yang akan membawa kerusakan pada masyarakat lainnya secara keseluruhan. Itulah sebabnya Islam mengandung suatu ajaran yang menekankan agar memberantas kemiskinan.
Sistem ekonomi dalam Islam tidak menghendaki kekayaan hanya bertumpu di tangan seseorang atau sekelompok manusia saja tanpa adanya suatu batasan. Islam tidak melarang seseorang untuk mencari harta dan kekayaan sebanyak-banyaknya demi kesejahteraan hidupnya didunia ini, namun dalam prosesnya jangan sampai berlebihan bahkan merugikan orang lain. Setiap prosesnya harus dilakukan dan diusahakan dengan cara yang benar, halal dan legal. Selanjutnya sampai batas yang ditentukan, seseorang pemilik harta diwajibkan untuk mengeluarkan sebagian hartanya dalam bentuk zakat yang nantinya akan diberikan kepada mereka yang berhak. Firman Alloh Ta’ala dalam Qs. Al Baqoroh 254 :
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim [254].

Sikap acuh dan tidak peduli pada kaum fakir miskin dan dhuafa yang menderita merupakan sikap-sikap yang sangat dicela dalam Islam. Didalam beberapa ayat Al Quran dengan jelas dan tegas telah diterangkan mengenai kualifikasi dan kategori sikap-sikap dari orang yang mendustakan agama meskipun mereka mengaku sebagai seseorang yang telah memeluk agana Islam. Hal ini seperti yang tercantum pada Qs. Al Ma’uun ayat 1-3 :
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? [1] Itulah orang yang menghardik anak yatim, [2] Dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.[3].

Dalam Al Quran juga dijelaskan mengenai balasan-balasan yang akan diterima oleh para pendusta agama ini. Seperti yang tercantum dalam beberapa ayat berikut:
Qs. Ali Imron 180
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan [180].

Qs. At Taubah 35 :
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu [35]

Ungkapan ayat-ayat di atas sangat jelas dan tegas memperlihatkan betapa masalah kekayaan, keserakahan dan ketidakpedulian mempunyai perspektif keagamaan. Hal itu tidak hanya menyangkut masalah etik dan moral tetapi juga menyangkut tentang ketauhidan kita sebagai seorang muslim. Bila kita renungkan dengan seksama mengapa begitu banyak terjadi ketidakpedulian, keserakahan bahkan kejahatan yang meresahkan tidak lain adalah karena kurangnya rasa peduli dan rasa kebersamaan terhadap sesama. Suatu masyarakat atau suatu bangsa tidak akan mencapai suatu keberhasilan kecuali jika tiap masing-masing individu didalamnya menjalin suatu hubungan yang baik, akrab dan harmonis tanpa ada rasa ingin menguasai sendiri atau ingin mengungguli yang lain.
Dalam rangka mencapai tujuan inilah, Islam mengajak kepada setiap pemeluknya untuk menumbuhkan kepribadian-kepribadian yang menyukai kebaikan, suka berderma, saling tolong menolong antar sesame dan menciptakan segi-segi kebaikan lainnya sehingga akan terbentuk suuatu masayarakat yang aman, damai dan sejahtera dibawah naungan rahmat Alloh SWT.
Qs. Al Baqoroh 277 :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [277]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan.....